Skip to content

Christoper Kelly K S K Musik Interview

Hallo Kris, apa kabar? 

Baik-baik sih. Gaya hidup aku tidak terlalu diganggu pandemi ini, jadi cukup bersyukur saja.

Untuk orang yang belum kenal kamu, bisakah sedikit menjelaskan siapa kamu dan latar kehidupanmu sampai sekarang?

Aku lahir dan besar di London, Inggris, tapi sekarang tinggal di Jakarta, sudah sekitar 5 tahun ini. Sebelum ke Jakarta, aku tinggal nomaden, tapi saat tiba di Indonesia langsung merasa harus menetap lebih lama di sini. Aku banyak bekerja sebagai peneliti atau penulis, tapi juga terbiasa mengambil kerjaan apa saja untuk bisa tinggal di lokasi tertentu. Pokoknya suka cari hal yang baru, pengetahuan ataupun pengalaman, dan setelah 5 tahun di sini aku merasa baru mulai mendalami dunia nusantara ini.

Kita tau bahwa kamu mempunyai proyek musik yaitu K S K, bisakah kamu ceritakan kapan pertama kali mulai tertarik untuk memproduksi musik? Dan apakah K S K adalah proyek musik pertamamu?

Mungkin banyak yang terkejut kalau mendengar bahwa aku telat banget mulai tertarik dengan musik. Aku masih ingat, pada saat usia 14 tahun masih berpikir musik itu membosankan, walaupun hari ini agak susah percaya juga kalua itu pemikiranku sendiri. Perjalanan musikku dimulai dari menyukai album Green Day ‘American Idiot, tidak lama setelah itu aku sudah mulai masuk dunia heavy metal, rock dan sebagainya, dan pernah mempunyai band tentu. Aku pernah main saxophone, guitar dan bass, lalu ketika mulai main drum langsung jatuh cinta dengan ritmenya, terutama yang bukan standar 4/4 atau nama lainnya ‘polyrhythm.’ Makin tua kesukaan musik semakin luas, termasuk hip-hop, reggae, punk, afrobeat, techno, sampe bertemu genre baru dari budaya lain seperti gamelan yang juga pakai polyrhythm. Hidupku yang nomaden membuat sulit untuk bermain musik dengan format band, dan aku pernah mencoba membawa gitar kemana-mana tapi sulit sekali, makanya aku mulai memproduksi laqu pakai laptop saja dan dimulailah musik KSK. 

Musik K S K menampilkan nuansa dubstep yang sangat kental. Apa yang membuatmu tertarik dengan dubstep? Apakah kamu terlibat dengan skena musik dubstep di London?

Kalo berada di London sekitar tahun 2000an tidak mungkin tidak tau dubstep. Jauh sebelum jadi fenomena global dan masih bercampur dub reggae yang dibawa ke Inggris dari komunitas imigran Karibia dan two-step genre elektronik khusus Inggris Selatan. Aku dan teman-teman yang juga selalu mencari musik baru mengikuti pergerakan dubstep sejak dari awal karena selain rasa lagu yang meditatif, gelap dan misterius, suasana di acara club-nya berbeda dari yang lain. Fokus di acara itu benar-benar pada musiknya, atau lebih spesifik pada soundsystem, sampai ruang club-nya digelapin dengan sengaja. Cocok banget untuk suasana London selatan, tempat dimana dubstep lahir. Saya dan teman-teman juga pernah bikin komunitas DJ dan jadi host acara musik. Kami banyak mengundang DJ yang sudah ternama untuk main di acara komunitas kami dan itu menjadi tempat untuk promosi music kami juga. Pada saat dubstep sudah dikomodifikasi, kami tidak lagi pakai kata dubstep, tapi musik elektronik alternatif saja. 

Sedikit penasaran sih, sebenarnya ada ga sih makna dibalik K S K? Bisa dijelaskan ga inspirasi dari pemilihan nama K S K?

Di skena musik elektronik London ada candaan tentang DJ atau produser yang selalu berganti nama, karena setelah digunakan beberapa waktu kemudian mereka berpikir kalua namanya itu kurang keren. Skena atau trend juga ada tipe nama yang beda, misalnya sekarang di skena lo-fi orang cenderung pilih nama yang sangat polos, seperti ‘DJ boring.’ Aku sendiri tidak mau pilih nama yang punya makna karena nanti malu kalau harus menjelaskan konsep yang lebay gitu, jadi aku pilih nama K S K (dengan spasi) sebagai gambaran pola‘kick, snare, kick’ dan keheningan antaranya. 

Siapa atau apa pengaruh terbesarmu dalam membuat musik?

Secara musik K S K ada beberapa artis yang istimewa; misalnya Rhythm & Sound, kelompok dub techno dari jerman yang juga memiliki side project yang luar biasa; Shackleton, raja ritme tribal di genre dubstep dari UK; Burial untuk suasana yang gelap, Tricky yang juga suka eksperimentasi campuran elemen sonic dengan groove yang tidak biasa, dan juga tidak lupa The Prodigy, yang membuka pintu antara musik punk dan genre lain di otakku. Aku juga terinspirasi dari jenis musik yang sangat variatif, termasuk berbagai jenis gamelan, perkusi dari Afrika Barat, dancehall dari kepulauan Karibia, throat singing dari mongolia, lagu gereja Taewahedo dari Ethiopia, dan lain-lain.  Aku sudah lama tertarik dengan interaksi antara elemen fisik lingkungan dan rasa musik yang ditimbulkan, misalnya seperti keberisikan hutan bikin orang berminat untuk membuat lagu yang berbasis drum atau perkusi yang cukup kompleks, dibandingkan lagu dari padang rumput atau gurun yang memantul keperluasannya. Apalagi lagu-lagu dari kota yang cenderung repetitif dan industrial, kan?

Bisa dijelaskan ga sih siapa sebenarnya target utama dari musik kamu?

Aku merasa lagu K S K itu respons terhadap lingkunganku, tapi jaman ini lingkungan kita bukan yang hanya berada di sekitar tubuh kita, kan? Ini sudah jaman global, jaman google, jaman orang rimba membagikan ruang bumi dengan robot AI, dan kehidupan kita semua ada di titik tertentu dalam spektrum itu, kan? Menurut aku kita adalah generasi antara banyak hal. Antara harapan dan ketakutan, yang lokal dan yang global, order dan chaos. Perubahan antar generasi bukan sesuatu yang baru, tapi sepertinya saat ini pola perubahannya semakin cepat, semakin goyah, maka interaksi antaranya lebih susah diprediksikan.  Ada orang yang bikin lagu untuk menyampaikan sesuatu yang personal, tapi aku bisa bilang lagu K S K itu sangat impersonal, karena aku mau menyampaikan hal-hal yang aku sendiri belum pernah mengalami. Hutan yang masih dalam kondisi alami, kota yang berfungsi dengan baik, semacam kerinduan jaman sebelum aku lahir dan peramalan jaman setelah aku sudah meninggal nanti, mungkin karena itu banyak elemen tribal dicampur dengan elemen industrial? Jadi saat ini gimana? Ya dengan penggunaan polyrythm aku mau pendengarnya mencopot otak dari berusaha memprediksikan atau membaca pola beat lagunya, hingga dia bisa jadi nyaman saat ini dalam kondisi meditatif. Dengarnya lebay banget ya? Memang susah coba jelasin pengalaman yang subjektif ya! Dasar harapanku begini saja: pada saat tertentu, seseorang akan mendengar lagu K S K sambil memandang transformasi dunia ini, dan merasa lagunya menangkap pengalamannya jaman ini yang dia tidak bisa gambarkan dengan kata.

Sebagai seorang produser musik yang mengawali semuanya di London dan sekarang tinggal di Jakarta, Bagaimana perbedaan konteks dan latar lingkungan tersebut mempengaruhi musik yang kamu buat? 

Kalau aku memang selalu punya gambaran visual saat membuat musik, seperti lagu-lagunya itu merefleksikan perspektif aku tentang dunia di sekitarku, jadi pasti ada perbedaan. Mungkin yang paling signifikan adalah iklim – aku benar-benar merasa bahwa lagu-lagu yang aku buat di Jakarta bersifat lebih ‘panas’ dibandingkan yang aku buat di London, misalnya synthesizer yang aku pakai lebih analog, dan cenderung sedikit lebih ‘major’ secara skala musiknya. Selain itu kalau di Jakarta skena clubbing itu jauh berbeda, jadi aku lebih jarang main ke nightclub, maka lagu-lagu yang aku bikin di sini lebih cocok untuk didengar saat naik kereta atau sedang terjebak macet, atau mungkin di cafe sambil ngobrol, daripada yang aku bikin di London. Karena skena nightclub di jakarta cenderung ditujukkan untuk kelas atas ya, misalnya harus reservasi meja, ada syarat pakaian dll, menurut aku itu juga sangat terlihat oleh musiknya yang lebih ‘bersih,’ atau didominasi oleh EDM standar. Kalau aku datang dari akar skena musik yang lebih eksperimental, sampai sengaja mau bikin lagu yang benar-benar menantang buat pendengarnya. Jadi di London ada suasana yang lebih ‘raw,’ misalnya kita sering mengadakan rave di gudang terbengkalai dimana tidak ada lighting yang bagus, yang bikin suasananya seperti dystopian atau bisa dibilang ‘future tribal.’ Jadi ya, di London aku bikin lagu yang lebih berasa ‘dingin’ dan berfokus untuk bisa mengajak orang bergoyang, dibanding vibenya di Jakarta.

OK Kris. Terima kasih atas kesempatan wawancara ini.