Skip to content

Ketika Kalender Covid Dimulai Kita Merayakan Keruntuhan [Review Einsturzende Neubauten, Alles in Allem LP]

Selepas WHO mencabut status darurat Covid pada awal Mei tahun ini, saya mencoba mengingat kembali bagaimana kehidupan saya berjalan selama tiga tahun terakhir. Saya membuat daftar dari musik, bacaan dan karya-karya yang saya nikmati dan membantu untuk tetap waras selama pandemi. Album Alles in Allem milik Einsturzende Neubauten (EN) adalah yang paling teratas dalam daftar yang saya buat. Saya ingat betul video musik yang mereka buat dan rilis di kanal Youtube mereka membuat saya jatuh hati dan menjadi penghiburan di awal pandemi setelah sebelumnya mendengarkan singlenya melalui Spotify. Tahun 2020 seharusnya memang dirayakan untuk 40 tahun karir Einsturzende Neubauten.

Album Alles in Allem adalah album penuh yang ditunggu selama belasan tahun oleh para penggemar EN seperti saya. Belasan tahun karena kita harus menghitung sejak album Alles Wieder Offen (2007), dalam beberapa kesempatan wawancara, Blixa Bargeld sang visioner EN tidak pernah menghitung Lament (2014) sebagai album penuh mereka. Sebagai catatan, Lament adalah sebuah rekaman yang mulanya merupakan pertunjukan ketika EN diundang oleh Diksmuide, salah satu kota di Belgia untuk memperingati pecahnya Perang Dunia I. Alles in Allem bagi saya menjadi peneguhan bahwa Einsturzende Neubauten masih prima dalam penciptaan karya, meski kita bisa melihat Blixa Bargeld, N.U Unruh dan Alexander Hacke yang sudah semakin berumur.

Di akhir April 2020 EN merilis video musik dari single perdana mereka di album Alles in Allem, Ten Grand Goldie. Dengan musik yang groovy perkusif, video musik Ten Grand Goldie menampilkan Blixa yang menari-nari lengkap menggunakan masker medis, mereka juga menampilkan potongan-potongan video dari para “supporter” mereka yang sedang dalam kondisi karantina. EN memang terkenal memiliki interaksi yang sangat baik dengan para penikmat musiknya terutama mereka yang mendukung EN melalui apa yang mereka sebut dengan supporter phase. Sebuah upaya crowdfunding yang telah mereka rintis sejak tahun 2002, jauh sebelum platform-platform crowdfunding bermunculan di internet. Supporter phase ini biasanya akan dimulai ketika EN sedang memulai untuk menyiapkan album baru. Para “supporter” yang terkoneksi dengan EN melalui supporter phase akan mendapatkan akses khusus untuk berbincang langsung dengan para personal EN dan dilibatkan untuk memberi masukan dalam proses penggarapan album mereka, setelah album tersebut rilis EN juga akan mengadakan pertunjukkan khusus bagi para “supporter”. Judul Ten Grand Goldie, didapatkan Blixa Bargeld dapatkan ketika berbicara dengan “supporter”nya dalam salah satu segmen interaksi supporter phase.

Alasan dibalik mengapa EN memulai supporter phase adalah karena mereka selalu menganggap diri mereka merupakan independent musician/artist. Kata independen merujuk pada fakta bahwa mereka tidak lagi mengandalkan label rekaman dalam menghasilkan album-album mereka. Saya tidak terlalu mengerti detil cerita mengenai ketidakpuasan mereka dengan label-label rekaman sebelumnya (ZickZack, Some Bizzare dan Mute Records). EN yang memulai karir bermusik mereka sejak tahun 1980 dengan visi, impuls dan hasrat yang besar akan sebuah keruntuhan. Einsturzende Neubauten sendiri memiliki arti collapsing new building meski dalam frasa Jerman neubauten adalah sebuah penanda bagi bangunan-bangunan yang berdiri setelah Perang Dunia II berakhir, sedangkan bangunan yang berdiri sebelum Perang Dunia II disebut altbauten. Sejak hari pertama EN telah memutuskan untuk menggunakan found object seperti kepingan metal dari troli belanja, bor listrik dan perkakas lainnya untuk memproduksi bunyi-bunyian industrial, saat band-band lain mulai menggunakan sampling dan sequencer, EN tetap setia melanjutkan tradisi dari eksplorasi artistik mereka untuk menemukan bunyi melalui ragam found object. Hal itu akhirnya membuat proses rekaman hingga pertunjukkan panggung menjadi cukup mahal karena mesti mendukung logistik musik mereka.

1 Mei 2020 video musik kedua Alles in Allem diunggah di kanal Youtube mereka. Lagu ini beserta stimuli visual yang mereka hasilkan merupakan salah satu favorit saya di album ini. Dengan dominasi harmonium yang terus mengiringi bahkan ketika suara Blixa usai menyanyi. Dalam dua video musik tersebut sebenarnya Blixa tampil dengan busana formal serba hitam termasuk jas seperti yang biasa ia kenakan sejak tahun 90an. Namun ia tampil sedikit feminin dengan kelopak mata yang metalik dan di video Alles in Allem bahkan ia mengenakan mahkota bunga sejak tengah video. Mungkin itu adalah simbol dari pernyataan terbuka mengenai klaim dirinya sebagai non-binary seperti yang tertulis dalam lirik lagu Seven Screws:

The strong man now wears a dress

I reassemble all the parts

I rearrange the alphabet

And out of the sea of possibilities

I draw myself anew

Non-binary

I, forever new

Track lain dalam album Alles in Allem yang menarik perhatian dan menjadi favorit lain adalah Taschen yang musiknya merupakan kombinasi bunyi dari tas plastik dan gamelan. Jika kita melihat bagaimana lagu ini dimainkan dalam pertunjukkan langsung kita dapat melihat bagaimana EN membangun strategi untuk memastikan agar sumber bunyi musiknya dapat dimainkan juga di atas panggung secara menarik. Pertunjukkan-pertunjukkan dari EN memang selalu terasa istimewa dengan jajaran perangkat found object yang tidak biasa kita lihat dalam pertunjukkan musik yang lazim. Pertunjukkan EN di Institute of Contemporary Art London yang monumental di tahun 1984 sempat menghantui gambaran pertunjukkan panggung EN sebagai penuh dengan kehancuran, api dan rusuh. Karena itu di panggung-panggung berikutnya panitia pertunjukkan panggung EN selalu siaga dengan alat pemadam kebakaran. Dua puluh tahun setelahnya, tahun 2004, kita dapat melihat gambaran lain dari panggung pertunjukkan EN, dimana dalam pertunjukkan tersebut berlangsung tanpa adanya pihak keamanan satupun. Panggung di Palast Der Republik yang khusus dibuat untuk para “supporter” mereka sukses menjadi sebuah eksperimen sosial tentang self-governance, dimana semua orang berperan untuk menyediakan kebutuhan semua orang.

4 Desember 2020 video musik dari single ketiga sekaligus terakhir dari album itu juga dirilis. Pilihan mereka jatuh kepada lagu La Guillotine de Magritte dengan nuansa yang lebih gelap dibanding kedua single dan video musik sebelumnya. Lirik La Guillotine de Magritte juga penuh dengan enigma dan tidak mudah untuk dapat dimengerti makna dibaliknya. Blixa Bargeld sering mengatakan bahwa tidak perlu terlalu serius dalam menanggapi lirik-lirik lagunya, yang seringkali lahir dari improvisasi melalui sistem berkarya mereka yang mereka namakan Dave System. Blixa juga bukan orang yang percaya dengan musik yang membawa pesan.

Sisa track lainnya dalam album Alles in Allem penuh dengan referensi pada teknis dan sejarah arsitektur dari kota Berlin seperti misalnya Grazer Damm, Wedding, Tempelhof, Mobliertes Lid. Album ini memang awalnya diniatkan untuk mengambil tema mengenai Berlin sebelum akhirnya melalui banyak perubahan di studio rekaman. Album Alles in Allem memang seharusnya dirayakan meski dunia dilanda pandemi dan diancam dengan keruntuhan-keruntuhan di masa depan.